5 HAL YANG SAYA LAKUKAN UNTUK MENCIPTAKAN REKAM JEJAK POSITIF DI MEDIA SOSIAL

September 22, 2016

pic source: pixabay.com

Hai gaes, di hari kamis ini kita berjumpa kembali dalam tulisan kolaboratif blogging. Kali ini anggota kelompok 1 akan ditantang untuk menanggapi artikel yang ditulis oleh Mba Elisa Karamoy di website KEB yang berjudul “Menghapus Jejak Digital, Seberapa Pentingkah?”

Gimana? Temanya sungguh sangat menarik untuk ditanggapi bukan? Di tengah maraknya orang-orang mempublikasikan apapun yang mereka alami dan rasakan, haruskah muncul pertanyaan seperti judul tulisan Mba Elisa di atas?

Jujur saja, bila pertanyaan tersebut diajukan pada saya maka jawabannya adalah bisa jadi penting dan bisa jadi tidak penting. Loh, kok jawabannya abu-abu gini Mbak? Yah, bukan abu-abu sih menurut saya. Ada alasan mengapa jawaban saya seperti itu.

Baiklah akan saya jelaskan. Penting untuk menghapus jejak digital bila yang kita publish itu adalah kata-kata yang mengandung kebohongan, makian, pornografi, sara atau apapun yang mengandung konotasi buruk. Atau apabila yang kita publish adalah gambar atau foto, maka foto tersebut mengandung pornografi, sara dan juga foto-foto pribadi yang seharusnya bukan untuk konsumsi publik misalnya foto kita yang sedang berlibur di pantai dan mengenakan swimsuit atau foto dari anak-anak kita dengan busana minim dan memperlihatkan organ intim mereka (sedihnya masih ada beberapa teman saya yang mempublish foto anaknya tanpa busana, hiks *_____*).

Sedangkan jejak digital tidak penting untuk dihapus apabila yang kita publish adalah hal yang bermanfaat bagi orang lain, tulisan/gambar yang mengandung kejujuran dan dinarasikan dengan bahasa yang sopan. Menurut hemat saya, tidak perlulah kita menghapus jejak digital yang sudah kita tuliskan bila memang yang kita tuliskan itu adalah hal yang baik, jujur dan bermanfaat untuk orang lain.

Maka untuk menciptakan jejak digital yang baik, setidaknya saya berusaha untuk melakukan 5 hal di bawah ini ketika akan mempublish tulisan atau foto di media sosial: 

1. Memastikan tulisan atau foto yang saya publish tidak mengandung hal yang mengundang kontroversi.

Saya punya pengalaman yang tak terlupakan terkait status atau tulisan di media sosial. Kurang lebih dua tahun yang lalu, saya pernah nyaris dipolisikan oleh seseorang karena status saya di media sosial. Penyebabnya adalah karena saya memasang status no mention di facebook dan ternyata ada teman yang merasa tulisan itu saya tujukan untuk dia.

Dia balas menyerang saya. Menjelek-jelekkan saya pada semua teman-temannya di facebook. Dia mengancam akan memanggil gengnya datang ke kantor saya untuk "menghajar" saya. Dengan bangganya dia berkata “gaes, jangan lupa besok datang ke blablabla (nama perusahaan tempat saya bekerja) untuk melihat orang yang saya hajar”. 

Banyak teman yang membela saya saat itu. Beberapa sahabat bahkan menyarankan bila si oknum itu melaporkan saya ke polisi, maka saya harus lapor balik. Singkatnya, saat itu nyaris terjadi peperangan karena tulisan saya di facebook, namun akhirnya diakhiri dengan kata damai dan status kontroversial itu saya hapus.

Belajar dari kejadian itu, akhirnya saya tidak mau lagi menulis sesuatu yang sekiranya mengundang orang berburuk sangka terhadap apapun yang saya tulis. Dari kejadian itu saya belajar bahwa ternyata apa yang kita tulis, bisa saja menyinggung orang lain walau maksud kita tidak seperti itu.

2. Tidak mempublish tulisan yang mengandung kebohongan, kemarahan, kata-kata alay, kasar, caci maki, sara, dan pornografi

Apa yang paling memalukan saat kita berbohong? Maka jawabannya adalah saat kebenaran terungkap. Saat orang-orang mengetahui kita telah berbohong, maka mereka tidak akan memberi ampun, sekalipun kebohongan itu hanya diungkapkan lewat media sosial. Bagai pepatah "panas setahun dihapus oleh hujan sehari" maka kebohongan yang kita katakan/tuliskan akan menghapus segala perkataan jujur kita selama ini.

Maka alangkah lebih bagus bila yang kita tuliskan di media social adalah keadaan yang sebenarnya. Tak usahlah berbohong hanya agar terlihat WOW. Tulisan yang jujur dan apa adanya jauh lebih baik dari pada tulisan yang terlihat WOW tapi ternyata kebohongan. Syukur bila kebohongannya tidak pernah terungkap, tapi bagaimana bila suatu saat kebohongan itu terbongkar? Malu bangetlah pastinya!




Hal ini juga berlaku untuk  status yang mengandung kemarahan, kasar, caci maki, sara dan juga pornografi. Menurut saya status seperti itu tidak membawa manfaat apapun. Alih-alih mendapatkan pujian, yang ada malah menuai kebencian dari banyak pihak.

Dan yang selanjutnya adalah kata-kata alay. Saya mau jujur nih, beberapa tahun silam (awal-awalnya saya punya akun facebook) saya juga pernah alay loh, hihihi. Tak hanya kata-kata saya yang alay, saya bahkan menulis dengan cara alay (dalam satu kata hurufnya dicampur antara huruf besar dan huruf kecil). Makanya saya malu banget bila akhir-akhir ini facebook mengingatkan akan memory tulisan saya beberapa tahun silam, hihihi..

3. Setelah mantap memutuskan berhijab, tidak lagi mempublish foto yang memperlihatkan aurat

Sejak memutuskan berhijab kurang lebih empat tahun yang lalu, maka sebisa mungkin saya tidak lagi mempublish foto-foto yang memperlihatkan aurat saya. Walau awalnya sempat beberapa kali kecolongan, namun dua tahun terakhir saya berkomitmen untuk tidak lagi memajang foto yang memperlihatkan aurat saya.

4. Tidak memasang status mesra-mesraan dengan suami di wall (status mesra-mesraannya biar lewat chat BBM atau WA saja, atau kalo benar-benar kangen langsung telponan saja, hehe)

Ada satu hal lagi yang membuat saya kurang nyaman saat melihat tulisan atau status yang dibagikan oleh teman-teman di media social khususnya facebook yaitu teman yang mencolek suaminya dengan kata-kata mesra di wall suaminya.

Entah mengapa, melihat percakapan mereka yang juga muncul di beranda saya kok rasanya geli yah? Selain itu saya juga merasa malu saat membaca percakapan mereka di tempat terbuka dan bisa dibaca semua orang itu. Mbok ya cari tempat yang tepat dong kalo mau main sayang-sayangan, pake messenger FB kek, BBM, WA atau beberapa aplikasi lainnya yang lebih terjaga privasinya.

Entah apa yang ada di pikiran mereka saat melakukan sayang-sayangan di depan public seperti itu. Bagus kalo hanya sayang-sayangan lah ini kadang urusan dapur dan kamar juga disebut-sebut dalam percakapan. Huek! Memangnya sudah tidak ada tempat lain yang lebih privatkah untuk saling sayang-sayangan? Ckckckc! *sori emosi, ups!*

Maka dari itu, saya tidak akan pernah menulis status atau apapun yang bersifat pribadi untuk suami pada wall FB-nya. Membaca punya orang saja saya sudah pengen muntah, masa saya harus melakukan hal yang sama!

5. Tidak mempublish foto anak yang sekiranya memancing kejahatan.

Sebagai seorang ibu, ada saatnya saya ingin kelucuan anak saya juga bisa dilihat semua orang. Ibu mana sih yang tidak bahagia melihat senyum lebar anaknya? Ibu mana yang tidak kegirangan saat melihat anaknya yang baru beberapa bulan sudah pandai berenang? Saya yakin semua ibu pasti merasakan kebahagiaan tak terkira tatkala si buah hati menunjukkan perkembangan yang lebih pesat dari yang diperkirakan. Sehingga tanpa sadar kadang mereka mempublish foto anaknya yang tidak layak publish (contoh foto yang tidak layak publish: foto anak yang tidak mengenakan busana).

Rupanya banyak ibu yang tidak sadar akan bahaya besar yang sedang mengintai anak-anaknya akibat ulahnya sendiri. Perbuatan yang semula dianggap sebagai bentuk rasa sayang dan wujud rasa bangga rupanya bisa membahayakan hidup sang buah hati. Banyak ibu yang belum menyadari bahwa sebenarnya ada banyak predator anak yang sedang berkeliaran di luar sana dan sedang mengintai anak yang sangat disayang dan dibangga-banggakannya.


banyak pengintai bayi lucu seperti ini di internet, hiks :(
pic source: pixabay.com

Sejak membaca banyak berita mengerikan tentang kejahatan yang mengintai anak-anak di internet, saya mulai membatasi diri dalam mempublish foto anak saya.

Itulah 5 hal yang saya lakukan dalam rangka menciptakan rekam jejak digital yang positif di dalam dunia yang sangat luas dan penuh kebebasan ini. Masing-masing orang tentu punya cara berbeda dalam menciptakan rekam jejaknya, tinggal pilih mau menciptakan rekam jejak yang positif atau yang negatif, semuanya ada di tangan masing-masing.

So, bagaimana cara kamu menciptakan rekam jejakmu gaes?

Baca Juga Tulisan Kolaborasi Lainnya:
Maafkan Saya yang Telah Mendua!
Pesan Nenek untuk Kami
Nikah Muda, Wanita & Pendidikan
Jangan Katakan 5 Hal Ini Pada Ibu yang Gagal Memberi ASI Pada Bayinya!

Atau boleh dibaca di sini

You Might Also Like

19 Komentar

  1. 5 Hal di atas emang penting banget. Dulu masih ngelakuin yang nomor 4 hihi. Sekarang Alhamdulillah udah berkurang :v

    BalasHapus
  2. sama seperti di dunia nyata, dunia internet juga harus tahu batasan - batasan dan tata krama yang perlu diperhatikan. selama kita bisa menjaga sikap pastinya rekam jejak kita di dunia maya ini pasti baik

    BalasHapus
  3. betul mbak, 5 hal yang mbak tulis, harus dipegang untuk warga sekarang yang sudah berkeluarga

    BalasHapus
  4. Saya juga dulu pernah nggak sadar alay, mba. Hihi. Nggak parah banget sih, semacam banyak titik-titiknya aja gitu. Terus pernah juga keypad hp rusak masih pengen eksis aja, jadi huruf yang rusak diganti tanda bintang. Ancore. Pas diingetin fb lagi, tinggal ketawa2 aja dah. xD

    BalasHapus
  5. Iya Mbak, sekarang orang banyak curhat di media yak. HHehehe. Kalau curhat biasa mungkin ngga terlalu gimana gitu. Terkadang kata-katanya itu yang bikin agak mengkerut juga buat yang baca. Saya pun mungkin begitu. hmmmm

    BalasHapus
  6. Saran yang baik mbak Ira, saya harus juga berhati-hati dalam menulis apapun terutama di sosmed karena itu akan dibaca orang banyak. Meskipun maksud kita baik tapi kadang ada saja orang yang salah persepsi ya mbak :)

    BalasHapus
  7. Serius mbak itu yang nomor 1, serem banget ya..kalau bener terjadi, sayapun pernah alay mba...tapi sekarang sudah insaf..hehe :)

    BalasHapus
  8. Waduh kalau tahunya begini mah harus banyak belajar dari mbak ira nih agar tidak salah publish.

    BalasHapus
  9. Hampir dilapor polisi ya? Duh seremnya.
    Benar Mbak ira kita harus hati2 bikin status ya, skrg berlaku statusmu harimaumu :)

    BalasHapus
  10. Yess, kelima-limanya sudah saya lakukan :)

    BalasHapus
  11. Setuju dengan tipsnya. Eh, saya nggak berteman dengan suami di medsos. Dia nggak suka.
    Tulisan pernah sih memancing pro dan kontra. Niat saya nggak begitu, tapi kok jadi jauh dari tema. Jadi case closed saja.

    BalasHapus
  12. lucu bgt bayi dlm keranjang #gagal fokus

    BalasHapus
  13. Iya ya mba. Untuk bisa memposting apapun di social media saat ini emang butuh kematangan berpikir dan seringnya butuh hati hati. Citrakan yang positof dan biasa aja ya mba. :)

    Yosh.

    BalasHapus
  14. PAdahal uda no mention tetap aza ada yang baper wkwkwk..begitulah mba malah bikin berprasangka klo nulis sesuatu dimedsos

    BalasHapus
  15. aku mah biasa membuat status di medsos yang bermanfaat gunanya tadinya agar murid2ku mencontoh gak memakai medsos untuk status galau atau mengejek orang lain. Dan sudah nampak hasilnya , banyak yang malu kalau bikin status jelek bakal dibaca gurunya, alhadulilah banayk yang bikin status yang baik

    BalasHapus
  16. Di satu sisi memang bermanfaat ya mak tapi tetap saja ada sisi negatifnya sehingga harus di pilah dan pilih. Makasih mak atas tanggapannya....keren mak

    BalasHapus
  17. Alhamdullilah kbanyakkan tips diatas sudah byk saya praktekin looh mbk😀😊

    BalasHapus
  18. Astagfirullah Kak, hampir dipolisikan gara2 status? Ckckckk.. semoga kedepannya kita semua bisa lebih mawas diri yak :)


    Setuju itu yg no.4 Kak, iihh jadi risih sendiri baca status2 yg kayak gitu.. hihihih

    BalasHapus
  19. Saya setuju sama no 2 dan 3.
    Juga ga update status curhat2 ga jelas, demi branding hahahaha

    BalasHapus

Terimakasih telah berkunjung dan meninggalkan komentar di sini 😊😊

Mohon untuk berkomentar menggunakan kata-kata sopan dan tidak meninggalkan link hidup yah, karena link hidup yang disematkan pada komentar akan saya hapus 😉

Member Of




Recent Comments

`