TOLANDONA; TEMPAT ISTIMEWA YANG MENYIMPAN BANYAK KENANGAN

Januari 26, 2017

Sebelum melangkah pada isi tulisan, izinkan saya untuk memberitahukan bahwa pada tahun 2017 ini saya akan mengikuti setidaknya dua proyek menulis bersama teman-teman blogger lainnya. Proyek pertama yang saya ikuti bernama Sultra Blogger Talk yaitu kolaborasi yang saya jalani bersama 2 sahabat saya yang berasal dari Sulawesi Tenggara dan yang kedua adalah proyek 1 Minggu 1 Cerita (1M1C) yang saya jalani bersama ± 200-an blogger dari berbagai penjuru nusantara.

Tujuan mengikuti proyek menulis ini adalah untuk melatih kemampuan menulis saya, selain itu juga untuk mendorong agar saya tetap semangat menulis, semacam mood booster untuk menulis gitu lah yaa, soalnya mood menulis saya suka lama datangnya kalo tidak dikasih deadline, hehehe.

Nah, artikel yang saya tulis kali ini adalah untuk diikutkan pada proyek 1M1C. Fyi, sesuai namanya, aturan yang berlaku di 1M1C ini adalah setiap pesertanya diwajibkan untuk menyetorkan satu tulisan setiap minggunya. Direncanakan proyek ini akan berlangsung hingga akhir tahun nanti. Doakan semoga saya bisa menyelesaikan proyek ini dengan baik yaa, amiiiin. Dan tema yang diberikan oleh admin pada minggu pertama ini adalah "Kampung Halamanku Juga Seru".

pic source: http://www.hpgrumpe.de/

Pertama kali mengetahui tema yang diberikan, saya sempat mengernyitkan alis. Saya bertanya pada diri sendiri, apa yang akan saya tuliskan mengenai kampung halaman? Sedangkan sampai saat ini saya masih tinggal di kampung halaman itu sendiri (saya merasa kampung halaman saya adalah pulau Buton, pulau yang saya tinggali saat ini). Saya bukanlah seorang perantau yang tinggal jauh dari tanah kelahirannya. Memang sih, saya pernah tinggal jauh dari sini yakni saat memutuskan untuk kuliah di Makassar tiga belas tahun yang lalu, tapi itu kan dulu, sekarang saya sudah balik lagi dan tinggal di sini.

Setelah berpikir cukup lama, akhirnya saya putuskan untuk menuliskan cerita tentang sebuah tempat istimewa yang menyimpan banyak kenangan tak terlupa saja deh yaitu tanah tempat lahir saya.

Saya lahir di sebuah desa bernama TOLANDONA (sekarang desa ini sudah menjadi sebuah kecamatan), sebuah desa yang terletak di salah satu sudut Kabupaten Buton Tengah (sebuah kabupaten yang baru setahun lalu mekar dari Kabupaten Buton). Satu-satunya desa yang berada di daratan pulau Muna yang menggunakan bahasa buton (selain bahasa Indonesia) sebagai bahasa sehari-hari.

Fyi, ada sebagian daratan Muna masuk dalam wilayah pemerintahan Kabupaten Buton yang mana saat ini sudah mekar lagi menjadi Buton Tengah. Semua desa/kelurahan yang ada di Buton Tengah menggunakan bahasa indonesia dan bahasa daerah Muna (walau pelafalannya berbeda untuk setiap desa/kelurahan ) sebagai bahasa sehari-hari.

Saya dilahirkan di desa ini pada tahun 1985 silam (upss, ketahuan deh umur saya, hehehe). Menurut cerita mama, kami tinggal di sini hanya sampai usia saya satu tahun. Profesi papa sebagai seorang PNS yang ditugaskan di Lombe (jaraknya ± 18 km dari Tolandona) memaksa kami meninggalkan Tolandona dan hidup menetap di Lombe. Jadi masa-masa sekolah sejak SD hingga SMA semuanya saya lalui di Lombe. Saya baru akan datang kembali ke Tolandona saat tiba liburan sekolah.

potret desa Tolandona di tahun 1990-an  (pic source: http://www.hpgrumpe.de/)

Saya ingat, setiap kali liburan sekolah, kakak mama (kami memanggilnya Iyma) selalu datang menjemput saya di Lombe dan baru "mengembalikan" saya tepat satu hari menjelang masuk sekolah. Rasanya bahagiaaaaa banget bisa menghabiskan waku liburan di Tolandona bersama Iyma dan Naina (nenek).

Ada banyak hal bahagia yang selalu saya lakukan bersama teman-teman saat liburan datang. Mulai dari bermain beragam permainan yang tidak pernah saya lakukan di Lombe, hingga melakukan hal-hal membahagiakan lainnya bersama Iyma dan Naina. Satu hal yang saya sukai dari Tolandona di masa itu adalah cuacanya yang tidak terlalu panas karena pohon rindang ada di mana-mana. Tak heran, bila saya kembali ke Lombe usai liburan, Papa selalu memuji kulit saya yang menjadi lebih cerah, hihihi.

Di Tolandona, sejak pagi kita akan merasa akrab dengan bunyi-bunyian yang berasal dari bawah kolong setiap rumah panggung (saat itu sebagian besar rumah di Tolandona adalah rumah panggung). Itu menandakan bahwa para wanita khususnya ibu-ibu mulai beraktivitas menenun sarung khas Buton. Iyma adalah salah satu penenun sarung yang cukup dikenal di Tolandona.

contoh motif sarung Buton (pic source: indonesia-heritage.net)

Sejak SD hingga SMA saya selalu menghabiskan liburan di sini. Bahkan saat sudah kuliah pun, setiap liburan saya pasti tetap datang ke Tolandona untuk mengunjungi Iyma (saat itu Naina sudah meninnggal dunia). Tolandona selalu memiliki magnet untuk membuat saya datang dan datang lagi. Magnetnya tak lain dan tak bukan adalah Iyma, wanita yang sangat saya sayangi seperti mama sendiri.

Iyma sangat menyayangi saya dan empat orang adik saya. Bagi beliau, kami adalah anak-anaknya yang sangat disayanginya sepenuh hati, dan mungkin karena itulah, kami berlima juga sangat menyayanginya. Dialah yang membuat saya selalu kangen untuk selalu datang ke sini. Ketika menyebut atau mendengar nama Tolandona, maka tanpa bisa dicegah, wajah Iyma yang akan muncul di pikiran saya.

Yup, begitulah saya mengartikan hubungan keduanya, sangat erat dan seolah tak terpisahkan. Di mata saya, mereka adalah satu kesatuan. Iyma adalah Tolandona dan Tolandona adalah Iyma. Karena alasan inilah, tanpa ragu saya putuskan memberi nama blog pertama saya dengan "www.tolandonalipuku.blogdetik.com" yang berarti Tolandona Kampung Halamanku.

Tapi pada pertengahan tahun 2012 yang lalu awan sendu menghiasi langit Tolandona. Salah satu wanita yang paling saya cintai itu pergi meninggalkan kami untuk selamanya setelah ±10 tahun menderita kanker payudara.

Baca Juga: Kanker Payudara Merenggut Nyawa Iyma

Walau sudah ikhlas dengan kepergiannya, saya masih saja tidak percaya bila beliau sudah sudah tak ada lagi. Ketika mendengar berita kepergiannya, semua kenangan indah yang kami lalui seolah muncul kembali dan menari-nari dalam pikiran saya.

Saya ingat saat-saat kami melewati malam bersama yang mana hampir setiap malam beliau menggendong saya yang ketiduran karena lelah menonton acara pertunjukan seni yang rutin diselengggarakan seusai lebaran. Saya juga ingat ketika beliau merasa kesakitan saat saya sakit dan beberapa momen emosional lainnya.

Tak hanya Iyma yang berpulang di tahun itu, empat bulan setelah kepergian Iyma, Papa juga meninggalkan kami untuk selamanya dan lagi-lagi Tolandona menjadi tempat terakhir yang ditinggali Papa sesaat sebelum kepergiannya. Di tahun itu, masih di tempat yang sama, dua peristiwa sendu melingkupi keluarga kami :'(

Kini, saat datang ke Tolandona, saya hanya bisa melihat rumah tak berpenghuni juga pusara-pusara orang yang saya sayangi; Papa, Iyma, Naina, Awan dan beberapa kerabat lainnya. Iya, sejak empat tahun yang lalu, aktivitas saya datang ke tempat penuh kenangan ini bukan lagi untuk berlibur seperti yang bertahun lalu saya lakukan.

Saya datang ke sini memiliki maksud lain yaitu untuk melepas kangen dengan berziarah ke makam orang-orang yang saya sayangi. Semoga Allah mengampuni semua dosa yang Papa, Iyma dan Naina lakukan selama berada di dunia ini dan memberi tempat terbaik untuk mereka, amiiiin. Alfatihah untuk Papa, Iyma, Naina!

Tolandona, aahhh terlalu banyak kenangan yang tersimpan di sana *-------*


You Might Also Like

32 Komentar

  1. Seperti sedang memgembara di sebuah tempat indah nun jauh disana..
    Salam kenal
    .
    .
    Alfatihaaah buat papa, Iyma dan Naina yaa

    BalasHapus
  2. Jauhh dari tempatku.
    Semoga 1M1C sukses ya Mbak Ira :)

    BalasHapus
  3. Kampung halaman selain menimbulkan kangen, juga rasa sedih sendu ya :(.
    Tapi senang sekali membaca cerita tentang Tolandana yang menarik.

    Salam kenal :)
    Tatat

    BalasHapus
  4. Saya baru tau kota Tolandona mba :) menceritakan masa lalu, masa kecil selalu menyisakan sedih karena terbayang masa lalu yang indah ^^

    BalasHapus
  5. Mba Ira, pas di Ambon banyak pendatang dari Buton. Tapi aku blm pernah dengar Tolandona. Alhamdulillah jadi tahu setelah membaca tulisan ini :)

    BalasHapus
  6. Tolandona, namanya indah mbak. Saya baru tahu tempat ini setelah membaca tulisan mbak ira

    BalasHapus
  7. Program 1m1c itu sepertinya menarik banget. Ceritanya ditentukan harus fiksi, essai atau bisa genre apa saja semacam nulis di blog gado2 kah?

    BalasHapus
    Balasan
    1. nulis apa aja Mbaa, setiap minggu member harus menyetor 1 tulisan. Kadang2 ada tema yg diberikan oleh admin seperti minggu ini :)

      tujuan proyek ini adalah agar para member aktif menulis setidaknya sekali dalam seminggu :)

      Hapus
  8. Kak, saya mau ikut ini 1M1C :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. ayoo ikutan say, tapi mungkin sudah tutup krn programnya sdh dimulai sejak senin lalu

      Hapus
  9. saya baru dengar tolandona ini mbak :3
    memang ya kota kelahiran selalu membawa kenangan.

    btw sukses utk 1M1C-nya ^^

    BalasHapus
  10. Tahun 90an keliatan masih banyak pohon nya ya mba, semoga sampai sekarang ya, suka sedih kl liat tempat yang dulunya rimbun jadi tandus

    BalasHapus
  11. Keren Mba Ira, project menulisnya sampai dua. Sini tularin ke aku semangatnya Mbaaa :*

    BalasHapus
  12. Kampung hlmn sll bikin kangen aplg msh ad ortu d sana pinginnya tiap hr tgl bareng... nti klo aku main k sana blh mampir y ^^

    BalasHapus
  13. kampung halaman memang selalu menyimpan kenangan, baik kenangan indah maupun kenangan menyedihkan

    BalasHapus
  14. namanya bagus, Tolandona. sekarang rumah panggung apakah masih eksis mak?

    BalasHapus
  15. Kak, endingnya bikin sedih. Al Fatihah untuk Mereka. *peluk Kak Ira*
    belum pernah kesana saya, coba ajak2 dulu daann :D

    BalasHapus
  16. Hallo salam kenal Mbak Ira. Salam 1M1C... ��...Senangnya punya kampung halaman. Saya lahir di Makassar, tapi hanya smp usia 3 tahun. Numpang lahir doang.

    BalasHapus
  17. Kenangan pada orang terkasih emang sulit dilupakan ya, semoga almarhumah mendapat tempat terbaik di sisi Allah, Aamiin

    BalasHapus
  18. membaca tulisan ini berasa ikut larut pd nostalgia masa kecil. Baru tau ada nama Tolandona

    BalasHapus
  19. Wah Mbak Ira, nama kampungnya keren. Hihi. Aku baru dengar sih namanya. Cuma baca pertama kali jadi pengen suatu saat kelak bisa ke Tolandona.

    BalasHapus
  20. Sebelum berkomentar lebih jauh, saya mau ngasih tau kalau saya baru pertama kali mendengar nama Kampunya mbak heheh. "setiap mengerjakan proyek, semoga dalam keadaan senang dech" biar saya bacanya ikut senang gitu.

    BalasHapus
  21. Al Fatihah utk beliau.. Aku baru tau nama Tolandona mbaa..
    Wah mba Ira seusia kakakku^^

    BalasHapus
  22. Alfatihah untuk Papa, Iyma, Naina..
    Sedihnya mi di kak kalau tempat yang kita kunjungi biasanya ramai trus sepi mi begitu :(

    BalasHapus
  23. asyik juga ni untuk tempat liburan bersama keluarga

    BalasHapus
  24. Makasih mba, sudah berbagi tentang Desa Tolandona, jadi tau ada desa ini :)

    BalasHapus
  25. Mbak..dirimu produktif sekali...
    Membaca cerita ini, aku inget tayangan dokumenter yang aku dah lama nggak pernah liat lagi..jejak petualang; soalnya sering eksplor daerah2 cntik luar Jawa dengan kekayaan lokalnya.

    BalasHapus
  26. Baru tau daerah Tolandona. Kampung halaman memang selalu jadi kenangan

    BalasHapus
  27. bacanya terharu mba Ira, tak terasa ada yang menyesak di dalam dada saya mba, teringat dengan lamarhum ayah saya, alfatihah untuk orangtua kita ya mba, dan juga saudara mba, semoga mereka diberikan kebahagiaan di alam sana, aamiin

    BalasHapus
  28. Salam kak. Saya juga kelahiran Tolandona. Kalo liburan lebaran selalu ke Tolandona. Tapi semenjak nenek meninggal 4 tahun silam. Tolandona terasa berbeda.

    BalasHapus

Terimakasih telah berkunjung dan meninggalkan komentar di sini 😊😊

Mohon untuk berkomentar menggunakan kata-kata sopan dan tidak meninggalkan link hidup yah, karena link hidup yang disematkan pada komentar akan saya hapus 😉

Member Of




Recent Comments

`