pic source: pixabay.com |
Dulu, saat awal-awal masuk kerja, sebelum menikah dan menjalani LDR, saya malas banget menggunakan transportasi umum. Hal ini dikarenakan, menggunakan transportasi umum itu biasanya nunggunya lama. Belum lagi biasanya penumpang gak dipisah duduknya, jadi laki-laki dan perempuan duduknya berdempet-dempetan. Itu masih lagi ditambah asap rokok dimana-mana. Bahkan yang sering saya tonton di televisi, beberapa kejadian kurang menyenangkan seperti "pelecehan seksual" sering dialami penumpang perempuan saat naik kendaraan umum, maka makin malas (plus takut) lah saya naik kendaraan umum (tapi terpaksa tetap harus naik kalo pulang ke rumah ortu).
Baca juga: 5 hal kurang menyenangkan saat naik kendaraan umum
Tapi sejak menjalani LDR, perlahan-lahan saya mulai terbiasa dengan hal-hal yang dulu gak saya sukai itu. Saya mencari cara agar gak merasa tersiksa lagi saat naik kendaraan umum, salah satunya dengan mendengarkan musik atau membaca buku saat transportasi umumnya sedang melaju juga memilih duduk di antara penumpang perempuan agar gak keki. Hal penting lain yang saya lakukan sebelum keluar rumah untuk naik angkot adalah membangun mood yang baik, salah satunya dengan selfie atau minta orang rumah motretin saya sebelum jalan ((berpose di depan kamera adalah koentji)) 😂😀
pose dulu, sebelum ke jalan raya tunggu angkot 😂 |
Balik lagi ke soal perempuan yang mengalami pelecehan di angkutan umum tadi. Entah mengapa, kok sepertinya perempuan itu selalu menghadapi ancaman di manapun mereka berada yaa, bahkan di tempat ramai seperti transportasi umum sekali pun. Apakah karena masih banyak yang menganggap perempuan sebagai makhluk lemah yang mudah untuk dijadikan objek pelecehan fisik (physical harassment)? Entahlah. Tapi hal ini bisa jadi salah satu alasan utama mengapa para perempuan enggan berpergian sendiri.
Seperti dilansir dari artikel Magdalene.co, hasil studi audit keamanan di tiga wilayah Jakarta yang dilakukan oleh Badan PBB untuk kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan (UN Women) menunjukkan bahwa perempuan dan anak perempuan merasa gak aman bepergian sendiri, terutama di ibukota, karena lebih rentan menjadi korban pelecehan dan kekerasan seksual di tempat umum, termasuk transportasi publik.
Sementara itu, sebuah jajak pendapat yang digagas Thomson Reuters Foundation News mengungkapkan daftar 16 kota dengan sistem transportasi paling berbahaya untuk perempuan. Survey digelar di 16 dari 20 ibukota terbesar dunia yang dilakukan terhadap lebih dari 6.550 perempuan dan pakar gender. Beberapa pertanyaan diajukan kepada mereka yang bepergian sendiri di malam hari, yang berisiko dilecehkan secara verbal atau fisik. Pertanyaan yang diajukan seperti apakah mereka percaya bahwa penumpang lain akan membantu seorang perempuan jika dilecehkan? Apakah mereka percaya bahwa pihak berwenang akan menyelidiki laporan tentang pelecehan atau kekerasan yang diajukan? Dan sudahkah tersedia transportasi umum yang aman di lingkungan mereka.
Dan dari kota tempat survey digelar, ibukota negara kita, Jakarta, mendapat urutan ke lima dari daftar 16 kota dengan sistem transportasi paling berbahaya untuk perempuan versi Thomson Reuters Foundation News. Berikut ulasannnya :
1. Seberapa Anda merasa aman bepergian sendiri pada malam hari di kota tempat tinggal Anda?
2. Apakah Anda pernah dilecehkan secara verbal oleh laki-laki ketika menggunakan transportasi umum?
3. Apakah Anda pernah diraba atau mengalami bentuk pelecehan fisik lain saat menggunakan transportasi umum?
4. Seberapa yakin Anda bahwa orang lain akan datang membantu Anda saat ada di transportasi umum?
5. Seberapa yakin Anda, pihak berwenang akan menyelidiki jika Anda melaporkan pelecehan atau serangan di transportasi umum?
6. Setuju atau tidak setuju, transportasi umum yang aman tersedia di tempat Anda tinggal?
Datanya cukup meresahkan yaa? Maka demi mengurangi keresahan (syukur-syukur bisa hilang) itu, salah satu hal yang dianggap menjadi solusi untuk mencegah pelecehan dan kekerasan pada perempuan di transportasi umum adalah memisahkan antara laki-laki dan perempuan. Maka pada tahun 2011, operator bus Transjakarta meluncurkan fasilitas ruang khusus perempuan.
Sebelum menerapkan kebijakan itu, PT Transjakarta telah melakukan survei terhadap penumpang perempuan dan hasilnya 90% responden menyetujui implementasi kebijakan tersebut. Lima tahun kemudian, pada 21 April 2016, bertepatan dengan hari Kartini, perusahaan ini meluncurkan bus berwarna merah muda yang dikhususkan bagi penumpang perempuan.
Mengingat banyaknya laporan-laporan perihal pelecehan dan kekerasan di transportasi umum terhadap kaum perempuan yang sebagian besar terjadi pada pada jam-jam sibuk, Direktur Operasional Transjakarta, Daud Joseph, berpendapat bahwa penyediaan ruang khusus perempuan di transportasi publik itu sangat penting, .
Pada awal tahun 2017, jumlah bus bertambah menjadi 1.200 unit, atau empat kali lebih banyak dari jumlah bus satu setengah tahun sebelumnya yang hanya berjumlah sekitar 300 bus. Ini berarti ada lebih banyak kesempatan bagi para perempuan merasa nyaman di dalam bus. Perempuan gak perlu merasa khawatir akan mengalami pelecehan dan kekerasan lagi.
Ternyata, kereta listrik Jabodetabek atau yang lebih dikenal dengan Commuter Line, bahkan sudah lebih dulu menerapkan gerbong khusus perempuan, loh. Tujuannya kurang lebih sama dengan penerapan hal serupa pada Bus TransJakarta.
Di berbagai negara kebijakan segregasi itu dianggap sebagai satu langkah awal adanya kesadaran bahwa akses perempuan ke transportasi publik memang sulit karena mereka rentan mengalami pelecehan dan kekerasan. Dengan demikian, pemisahan dianggap sebagai solusi cepat, walaupun bukan satu-satunya karena pelecehan dan kekerasan terhadap perempuan itu terjadi bukan hanya karena infrastruktur yang kurang, tapi karena adanya pendekatan hukum dan kebijakan yang tidak mengatur penanganan (korban pelecehan dan kekerasan). Korban juga tidak mau melaporkan karena takut disalahkan dan tidak tahu mekanisme pelaporannya. Oleh karena itu, baik laki-laki maupun perempuan, harus lebih resposif dan menjadi active by stander dan tidak diam saja ketika melihat pelecehan atau kekerasan seksual yang terjadi.
Pemisahan gender di transportasi publik adalah solusi tapi sifatnya sementara. Di dalam mencapai kesetaraan perempuan dan laki-laki, ada terminologi temporary special measure (tindakan khusus sementara), yang seolah-olah mengeksklusifkan perempuan, tapi tidak boleh dianggap sebagai diskriminasi karena ada hal yang melatarbelakanginya.
Kementerian Perhubungan melalui Badan Pengelolaa Transportasi Jabodetabek sangat konsen pada kenyamanan di transportasi publik, termasuk di dalamnya perhatian khusus pada perempuan dan manula. Mengapa ini dianggap penting? Karena target memindahkan orang dari penggunaan kendaraan pribadi ke kendaraan umum, merupakan hal yang mendesak. Tentu para pengguna kendaraan pribadi itu enggan naik transportasi umum yang mereka nilai tidak aman, padahal kita tahu, kendaraan pribadi sangat berkontribusi besar pada kemacetan di Ibukota. Dengan kenyamanan dan keamanan yang ditawarkan tranportasi umum(bus), lambat laun para perempuan pengguna kendaraan pribadi akan tertarik menggunakan angkutan umum.
Sebagai pengguna aktif transportasi umum, saya berharap semoga suatu saat nanti, di kota kami (yang letaknya jauh banget dari ibukota), akan disediakan juga transportasi umum (bus) khusus perempuan yang aman dan nyaman sehingga saya dan teman-teman lain gak perlu lagi merasakan hal-hal menakutkan yang sering kami saksikan di layar kaca tentang pelecehan seksual dan kekerasan terhadap perempuan yang naik bus. Saya yakin, bila ini terjadi akan semakin banyak perempuan yang tertarik menggunakan transportasi umum dibanding kendaraan pribadi.
Yuk, bersama-sama kita ciptakan transportasi umum yang aman dan nyaman untuk para perempuan dengan memanfaatkan kebijakan infrastruktur transportasi umum yang ada. Kita tak seharusnya merasa sungkan untuk menegur pelaku saat melihat ada pelecehan atau kekerasan seksual pada perempuan, segera pisahkan pelaku dari korban dan jangan ragu untuk melaporkan pelaku kepada petugas berwajib. Dengan melakukan ini, saya yakin semakin banyak perempuan yang tertarik untuk naik bus.