Tiga tahun yang lalu, di awal bulan juni tahun 2012 sekitar pukul 20.00 WITA handphone saya berdering dan ketika menjawabnya yang saya dapatkan adalah sebuah kabar duka. Bibi saya (kakak mama) yang biasa kami panggil “IYMA” pergi meninggalkan kami untuk selamanya karena kanker payudara yang telah lama dideritanya.
Bibi saya memang sudah sejak lama menderita kanker payudara. Tahun 2003 silam (kurang lebih 10 tahun beliau menderita menahan sakit akibat kanker payudara) ia merasakan ada benjolan di payudaranya yang sebelah kiri. Menyadari ada yang tidak biasa pada payudaranya, Iyma pun melakukan berbagai pengobatan alternatif untuk menghilangkan benjolan tersebut, ia meminum berbagai macam ramuan tradisional yang disarankan oleh para tetangga dan orang-orang yang juga pernah memiliki benjolan serupa.
Bertahun-tahun Iyma melakukan pengobatan alternatif namun tidak membuat benjolannya mengecil, yang terjadi justru sebaliknya benjolan tersebut semakin membesar dan puncaknya benjolan tersebut pecah.
Sebelum pecah, selain berobat secara alternatif beberapa kali Iyma ke dokter untuk memeriksakan keadaannya dan oleh dokter disarankan agar segera di operasi untuk mengangkat benjolan tersebut namun karena merasa malu, Iyma tidak mau melakukannya. Ia merasa sangat malu jika harus memperlihatkan “asetnya” pada orang asing. Rasa malunya itu disebabkan karena ia belum menikah.
Iya, diusianya yang hampir menginjak 50 tahun Iyma memang belum pernah menikah, mungkin itulah faktor utama mengapa ia mengidap kanker payudara selain banyak faktor pencetus yang lain yang tentunya juga tidak bisa diabaikan.
Saat mendengar Iyma tidak mau dioperasi, saya sangat sedih dan sungguh menyayangkan keputusan yang diambilnya. Ingin rasanya saya berteriak dan mengatakan padanya bahwa jika ingin sembuh tidak ada jalan lain selain mengangkat benjolan tersebut, tapi saat itu saya tidak kuasa melakukannya karena ia dengan sangat tegas menolak untuk dioperasi.
Mendengar keputusannya yang sangat tegas itu, yang kami lakukan sebagai orang terdekatnya hanyalah memberi dukungan moral kepadanya agar tetap tabah dan ikhlas menghadapi penyakitnya. Tak henti-hentinya kami berdoa agar Iyma diberi kekuatan dan ketabahan dalam menjalani hari-harinya yang penuh rasa sakit itu.
Satu hal yang membuatku kagum padanya adalah saat melalui masa-masa yang penuh penderitaan itu tidak sedikitpun ia mengeluh, mungin karena ia sadar bahwa itu adalah konsekuensi dari keputusan yang telah diambilnya. Iyma sadar bahwa kanker itulah yang kelak akan merenggut nyawanya, hiks :’(
Pernah memiliki orang terdekat yang nyawanya terenggut oleh keganasan kanker payudara membuatku semakin sadar tentang pentingnya menjaga kesehatan, khususnya payudara. Terimakasih Iyma, karena telah memberikan pelajaran yang sangat berharga sehingga saya bisa lebih sadar tentang betapa pentingnya hidup sehat.
Kepergian Iyma seketika membuatku menyadari bahwa kesehatan itu sangat mahal harganya. Banyak hikmah yang bisa saya petik untuk dijadikan pelajaran dari kejadian memilukan itu, diantaranya:
Yuk, tingkatkan kesadaran diri untuk selalu menjaga kesehatan kita. Sebisa mungkin hindari hal-hal yang dapat meningkatkan resiko kita terkena kanker.
Ayo lawan penyakit mematikan ini dengan selalu menerapkan pola hidup sehat & Lakukan SaDari secara rutin untuk deteksi dini (peringatan untuk diri sendiri juga). Semakin dini terdeteksi semakin besar kesempatan untuk sembuh. Semoga kita senantiasa diberikan kesehatan, amin..
Bibi saya memang sudah sejak lama menderita kanker payudara. Tahun 2003 silam (kurang lebih 10 tahun beliau menderita menahan sakit akibat kanker payudara) ia merasakan ada benjolan di payudaranya yang sebelah kiri. Menyadari ada yang tidak biasa pada payudaranya, Iyma pun melakukan berbagai pengobatan alternatif untuk menghilangkan benjolan tersebut, ia meminum berbagai macam ramuan tradisional yang disarankan oleh para tetangga dan orang-orang yang juga pernah memiliki benjolan serupa.
Bertahun-tahun Iyma melakukan pengobatan alternatif namun tidak membuat benjolannya mengecil, yang terjadi justru sebaliknya benjolan tersebut semakin membesar dan puncaknya benjolan tersebut pecah.
Sebelum pecah, selain berobat secara alternatif beberapa kali Iyma ke dokter untuk memeriksakan keadaannya dan oleh dokter disarankan agar segera di operasi untuk mengangkat benjolan tersebut namun karena merasa malu, Iyma tidak mau melakukannya. Ia merasa sangat malu jika harus memperlihatkan “asetnya” pada orang asing. Rasa malunya itu disebabkan karena ia belum menikah.
Iya, diusianya yang hampir menginjak 50 tahun Iyma memang belum pernah menikah, mungkin itulah faktor utama mengapa ia mengidap kanker payudara selain banyak faktor pencetus yang lain yang tentunya juga tidak bisa diabaikan.
Saat mendengar Iyma tidak mau dioperasi, saya sangat sedih dan sungguh menyayangkan keputusan yang diambilnya. Ingin rasanya saya berteriak dan mengatakan padanya bahwa jika ingin sembuh tidak ada jalan lain selain mengangkat benjolan tersebut, tapi saat itu saya tidak kuasa melakukannya karena ia dengan sangat tegas menolak untuk dioperasi.
Mendengar keputusannya yang sangat tegas itu, yang kami lakukan sebagai orang terdekatnya hanyalah memberi dukungan moral kepadanya agar tetap tabah dan ikhlas menghadapi penyakitnya. Tak henti-hentinya kami berdoa agar Iyma diberi kekuatan dan ketabahan dalam menjalani hari-harinya yang penuh rasa sakit itu.
Satu hal yang membuatku kagum padanya adalah saat melalui masa-masa yang penuh penderitaan itu tidak sedikitpun ia mengeluh, mungin karena ia sadar bahwa itu adalah konsekuensi dari keputusan yang telah diambilnya. Iyma sadar bahwa kanker itulah yang kelak akan merenggut nyawanya, hiks :’(
tetap tabah walau sel kanker menggerogoti |
---
Pernah memiliki orang terdekat yang nyawanya terenggut oleh keganasan kanker payudara membuatku semakin sadar tentang pentingnya menjaga kesehatan, khususnya payudara. Terimakasih Iyma, karena telah memberikan pelajaran yang sangat berharga sehingga saya bisa lebih sadar tentang betapa pentingnya hidup sehat.
Kepergian Iyma seketika membuatku menyadari bahwa kesehatan itu sangat mahal harganya. Banyak hikmah yang bisa saya petik untuk dijadikan pelajaran dari kejadian memilukan itu, diantaranya:
- Agar selalu memeriksa keadaan payudara kita, mengamati setiap perubahan yang terjadi baik bentuk, warna maupun perubahan lain yang sangat kecil sekalipun yang terjadi pada payudara kita. Tindakan ini bisa dilakukan sendiri yang biasa disebut SaDaRi (periksa payudara sendiri). Cara melakukannya cukup mudah dan bisa dilakukan saat mandi maupun saat berbaring.
- Jika mendapati ada benjolan pada payudara, jangan pernah malu untuk memeriksakannya ke dokter. Abaikan rasa malu dan takut jika memiliki keinginan untuk sembuh.
- Ikuti apapun yang dikatakan oleh dokter, karena dokter tahu apa yang terbaik untuk pasiennya.
- Jika memiliki keluarga, teman, atau siapapun yang dekat dengan kita yang menderita kanker, jangan pernah bosan untuk memberikan dukungan dan semangat agar si penderita tetap tabah menghadapi penyakitnya dan memiliki semangat juang yang tinggi untuk sembuh.
Yuk, tingkatkan kesadaran diri untuk selalu menjaga kesehatan kita. Sebisa mungkin hindari hal-hal yang dapat meningkatkan resiko kita terkena kanker.
Ayo lawan penyakit mematikan ini dengan selalu menerapkan pola hidup sehat & Lakukan SaDari secara rutin untuk deteksi dini (peringatan untuk diri sendiri juga). Semakin dini terdeteksi semakin besar kesempatan untuk sembuh. Semoga kita senantiasa diberikan kesehatan, amin..
Tulisan ini diikutsertakan dalam #Giveaways #Kampanye #finishthefight #gopink #breastcancerawareness yang diadakan oleh Indah Nuria Savitri