Hai gaes, kita bertemu lagi dalam review produk yang saya pakai sehari-hari nih. Kali ini saya akan mereview lipstik lokal yang namanya sudah kondang dan menjadi buah bibir selama beberapa tahun (3 tahun?) terakhir. Yup, yang akan saya review kali ini adalah Purbasari Lipstick Color Matte 85 (Safir).
Fyi, ini bukanlah lipstick color matte purbasari pertama yang saya pakai karena sebelumnya saya pernah pakai yang nomer 89 (Jade) dan sudah sempat foto-foto produknya juga untuk direview di blog ini namun apa daya rasa malas rupanya lebih kuat dibanding niat saya sehingga sampai lipstiknya habis tulisan review itu tak kunjung terpublikasi juga
Jadi daripada kejadian seperti itu terulang kembali, maka setelah membeli lipstik ini beberapa hari lalu segera saja saya tulis reviewnya. Nanti deh saya cari foto-foto yang shade 89 (Jade) dan saya apdet foto-fotonya di artikel ini di lain waktu. Kali ini saya mau tulis dulu apa yang telah saya rasakan usai memakai Purbasari Lipstick Color Matte 85 (Safir).
 |
pic source: pixabay.com |
Beberapa waktu lalu beredar sebuah tulisan yang dibuat oleh seorang ibu di facebook tentang ilustrasi pengeluaran dengan total sebesar Rp. 2.500.000,-. Dalam tulisan itu, penghasilan sebesar 2,5juta sudah bisa memenuhi seluruh kebutuhan keluarga.
Walau tidak sepenuhnya setuju dengan rincian yang ditulis si ibu karena masih ada beberapa pengeluaran wajib seperti biaya listrik, pulsa, transport (uang bensin) yang tidak dimasukan, tapi saya cukup paham maksud beliau menulis status viral tersebut yakni mengajak kita agar pandai mengelola keuangan keluarga dengan sebaik-baiknya.
Yang saya tangkap, yang ditekankan ibu tersebut adalah kita harus cerdas mengelola penghasilan kita agar keuangan keluarga lebih sehat dan terjaga karena sebesar apapun penghasilan bila pengelolaannya tidak baik maka tetap akan terasa kurang dan kebutuhan tidak terpenuhi, sebaliknya bila kita pandai mengelola keuangan maka penghasilan yang "apa adanya" pun pasti bisa memenuhi kebutuhan keluarga.
Akhir-akhir ini saya dibuat bingung
oleh nama anak teman-teman saya juga teman-teman suami. Bagaimana tidak, nama panggilan
mereka mirip satu sama lain euy,
hanya berbeda satu atau dua huruf saja pada setiap anak.
 |
pic source: pixabay.com |
Saya pikir hanya di zaman
old saja kita menemukan banyak persamaan nama
seperti ini, ternyata di zaman
now
pun hal ini masih ditemukan.
Saya
ingat, saat sekolah dulu tak
hanya sekali saya pernah sekelas dengan dua orang yang memiliki nama
yang sama.
Saya bahkan pernah sekelas dengan tiga orang yang memiliki nama sama,
untunglah
guru berinisiatif membedakannya dengan menambahkan nama ayah di belakang
nama mereka sehingga mereka tak perlu menjawab bersamaan ketika
dipanggil.
Di era modern ini hampir semua orang sudah memiliki telepon selular (ponsel) alias handphone dalam keseharian mereka. Benda ini memudahkan penggunanya dalam berkomunikasi karena lebih praktis, ramah di saku sehingga dapat dibawa kemana saja tanpa perlu merasa terbebani oleh wujudnya yang besar dan ribet seperti telepon rumah.
Namun fungsi handphone tak akan maksimal digunakan untuk berkomunikasi bila tak punya pulsa. Apalah artinya punya ponsel keren tapi pulsanya nol rupiah? Memang sih untuk internetan atau berkomunikasi via media sosial dengan keluarga/teman bisa pakai wifi, tapi walau begitu pulsa masih tetap jadi andalan bagi pengguna ponsel ini.
Pulsa bisa dikatakan sebagai alat pembayaran atas penggunaan telepon tersebut. Namun mobile payment ini memiliki masa aktif atau masa berlaku sehingga jika masa berlakunya habis atau memasuki masa tenggang maka penggunanya harus mengisi pulsa agar tetap bisa menggunakan ponselnya untuk SMS, telepon atau internetan.